Kecintaan
beberapa orang akan dunia kesenian dan sastra
pada tahun 2008, membuat mereka berkumpul dan belajar bersama. Beberapa
orang ini hanya menentukan jam, tanggal dan
tempat ketika akan memilih bertemu secara rutin. Kebutuhan
akan pembelajaran membuat pertemuan itu terus berlanjut. Pertemuan
rutin itu membuahkan pengumpulan tulisan-tulisan puisi dari
masing-masing.
Puisi-puisi
yang terkumpul itu membuat pertemuan
rutin itu terus menjadi hidup dan terselenggara dengan baik, sehingga lambat
laun, mulai banyak yang berdatangan sampai ke beberapa desa di Kecamatan
Lenteng dan Sumenep pada umumnya. Kabar perkumpulan tanpa nama dan tanpa bentuk
ini terus tersebar, dengan terus dibuktikan ada beberapa santri kalong juga
mulai terlibat setiap ada pertemuan rutin. Keasyikan dalam
perjumpaan ini terus berlanjut dengan kebebasan dalam
menuangkan kreatiftas.
Kegelisahan
mulai muncul ketika sekelompok orang ini berdiskusi
dengan beberapa warga pada tahun 2009 di Desa Sendang, Kecamatan Prenduan,
Kabupaten Sumenep. Pada saat itu perkumpulan ini hendak melaksanakan kegiatan
pertama dalam skala yang lebih luas dengan tujuan bahwa kesenian dan
warga atau masyarakat secara umum itu tak terpisah dan dipisahkan. Bersama
warga Sendang proses berjalan kurang lebih selama 3 bulan dalam diskusi
dan juga riset-riset kecil tentang budaya.
Tahun itu juga kebersamaan dengan warga dalam memaknani budaya dan seni sampai pada “Jambore
Kesenian Rakyat se-Madura”. Sebuah nama disematkan
yaitu “Sanggar
Rakyat Merdeka”Nama itu diputuskan cepat demi
kepentingan adminitrasi dan menjawab berbagai pertanyaan dari warga terkait
nama komunitas. Jambore Kesenian se-Madura itu dianggap sukses karena
keterlibatan warga sangat bagus. Warga memiliki dan merasakan serta mampu hadir
utuh dalam kesenian dan dalam acara kesenian. Kegiatan tersebut digelar selama dua
hari dua malam. Semua orang lebur, tak ada lagi
warga, tak ada lagi aktivis keseniannya. Semua bekerja sama, berdiskusi, sampai
semua merasakan bahwa perhelatan kesenian tersebut adalah milik semuanya.
Agenda
Jambore itu adalah berbagai macam kegiatan kesenian, mulai
dari kirap karnaval, pentas teater dari berbagai kampus serta komunitas di
Sumenep dan luar Sumenep, baca puisi, pementasan musik,
pertunjukan Saronen, Ul-daul serta ludruk. Kegembiraan
meluap diantara para penggiat dan warga,
meski mereka sangat lelah menyediakan semuanya. Pada bagian akhir pun, warga terlibat pada sesi evaluasi
dan pembubaran Panitia yang dikemas dengan berdoa bersama dengan melibatkan
seluruh Kepala Keluarga di Desa Sendang.
Selesai
dari kegiatan tersebut, perkumpulan ini kembali dalam rutinitas. Kali ini termasuk memikirkan lebih serius nama komunitas yang lahir dari segala gagasan,
matang secara manajemen serta mulai dipikirkan semuanya
sebagaimana komunitas yang memiliki tujuan bersama dan memiliki keinginan untuk
maju bersama anggota-angotanya. Babak baru dimulai dengan pemikiran sebuah konsep gerakan kesenian yang menarik, yang
tak cuma terjebak pada seremonial semata. Gagasan itu akhirnya didiskusikan
dengan beberapa orang yang masih aktif berproses. Dalam era teknologi, gerakan ini dikembangkan ke dunia maya dengan grup
di FB dengan dengan nama Komunitas Pembebasan.
Fendi
Kachonk menjadi penggagas serta menjadi koordinator
pertama yang memulai gerakan dengan
landasan berpikir yang sadar dalam proses. Pada
tahun 2009 bisa dianggap sebagai tahun adaptasi
yang luar biasa. Dinamika terus berkembang. Pun dari keanggotaan juga belum
bisa diperjelas. Masa perintisan yang tidak mudah. Nama Komunitas
Kampoeng Jerami pun mulai berdengung.
Pada 14
Agustus 2011 nama Komunitas Kampoeng
Jerami mulai menguat sebagai komitmen, lahir
semata-mata atas kecintaan seorang anak manusia, yang kebetulan lahir dan besar
di kampoeng di ujung pulau Madura. Nama ‘kampoeng’ disematkan supaya kesadaran akan ‘anak kampoeng’ itu
tetap diingat. Nama ‘jerami’ diangkat sebagai sebuah benda sederhana, sisa dari
panen pagi, untuk terus mengetengahkan kesederhanaan walau tak bisa dianggap
sepele. Dengan sedikit kreatifitas jerami akan memunculkan banyak manfaat dan
makna. Itu juga yang diharapkan dari komunitas ini.
Seiring
waktu dengan segala aktivitasnya, Komunitas Kampoeng
Jerami menjadi wadah yang supel dan dinamis dalam pengembangan minat terhadap
bahasa dan sastra. Kegiatan yang penting di tahap awal pertama adalah
pendirian taman bacaan masyarakat “Arena Pon Nyonar”. Berangkat dari nama Komunitas
Kampoeng Jerami (KKJ) inilah, segala aktifitas dalam grup
maya dan nyata hadir menjadi komunitas yang memberikan ruang belajar
seluas-luasnya kepada seluruh anggotanya dan secara umum melakukan
kegiatan-kegiatan diskusi, penelitian, dan pelatihan.
Komunitas ini ingin dikembangkan untuk mengedepankan proses
belajar bersama, menjadikan semua orang itu guru dan alam raya sekolahnya.
Berbahagia dengan berkarya, melakukan pendekatan kekeluargaan menuju asas
saling asah, asih, asuh. Membangun kreatifitas yang mandiri, semisal dengan
penerbitan buku antologi dengan atas sumbangan dari relawan dan para keluarga
yang tidak mengikat, dan hanya semata-mata untuk terus memupuk semangat dalam
berkarya. Serta mencoba hal yang sederhana, dengan mengaktifkan pengelolaan Kas
Keuangan. Yang kemungkinan besar, akan menjadi rahim dari kelahiran buku-buku,
yang akan terus dikelola ke depannya oleh para relawan.
Pada
tahun 2014, Komunitas Kampoeng Jerami resmi berbadan hukum. Seiring perjalanan
dan perkembangan serta tuntutan adminitrasi serta demi legalitas formal agar
komunitas ini mampu menggerakkan roda organisasinya maka legal formal dan akte
Komunitas Kampoeng Jerami dan pada tahun itu pula, Komunitas Kampoeng Jerami memulai
penerbitan Indie sebagai usaha-usaha dan upaya menjembatani karya-karya dari
anggota-anggota aktif yang ada di Komunitas Kampoeng Jerami serta seluruh
penulis yang berkeinginan menggunakan jasa penerbitan buku di Komunitas
Kampoeng Jerami.
Pada
tahun 2016, Komunitas Kampoeng jerami juga membidani kelahiran beberapa
komunitas dalam bentuk kelas-kelas. Kelas Teater dan Musik yang akhirnya diberi
nama Taneyan Kesenian Bluto (TKB). Kelas Teater ini sudah 2 tahun berjalan
mengikuti jadwal rutin dari Komunitas Kampoeng Jerami serta per setengah bulan menjadi ruang diskusi
mengenai teater dan musik, mengingat anggota yang berkumpul, setiap tahun memilih
formulir sesuai minatnya masing-masing. Pada tahun 2016 Komunitas Kampoeng
Jerami membuka ruang belajar sastra dengan nama kelas Forum Belajar Sastra
(FBS), sama dengan kelas musik dan teater, kelas ini juga memiliki agenda
persetengah bulan dengan belajar bersama mengenai sejarah sastra, menulis, dan
workshop serta pelatihan-pelatihan.
Pada
Tahun 2016 dan 2017, Komunitas Kampoeng Jerami dengan kelas musik dan teaternya
serta kelas Belajar Sastra membuat agenda akhir tahun sebagai evaluasi bersama
atas segala proses satu tahun yang telah dijalani sebagai
program-program yang ada dalam Komunitas Kampoeng Jerami. Kegiatan akhir
tahunan ini digelar dengan cukup besar karena melibatkan semua pelaku kesenian
di Kabupaten Sumenep dan sekitarnya. Pada tahun 2016 juga, Komunitas Kampoeng
Jerami mampu bekerjasama dengan berbagai Komunitas menyelenggarakan Hari Puisi
Indonesia yang digelar dengan lomba baca puisi, pementasan Teater, Musikalisasi
Puisi. Acara ini, sebagai upaya bersinergi dengan semua komunitas demi
terciptanya iklim berkesenian yang nyaman.
Pada tahun 2018 beberapa agenda juga dibuat terkait dengan sastra, teater, dan musik. Pelatihan, penerbitan dan pementasan terus berlanjut ditambah dengan permintaan menjadi juri, undangan ke daerah/kota lain dan sebagainya.
Susunan Pengurus sekarang ini:
Pendiri :
Fendi Kachonk
Kordinator : Suwandi El-Musa
Sekretaris : Rifqi Arifansyah
Bendahara : Ramzi Azzahra
Bidang Penguatan Jaringan : Lus Fiyanto
Bidang Pengembangan SDM : Andrian Hidayat
Bidang BALITBANG :
Suadi Kanjenk
Bidang Advokasi : Sufriadi
Bidang Publikasi/Dokumentasi: Mahbobi