Kamis, 04 Oktober 2018

Menulis Cerpen Bersama Yuli Nugrahani


Kewedanan Bluto, 13 Agustus 2018, hari pertama berlatih bersama cerpenis asal Lampung Yuli Nugrahani. Syukur alhamdulillah acara mengalir seiring kehendak Yang Maha Berkehendak. Berkat kehendakNya kurang lebih 60 peserta yang ikut berbagi pengalaman dan wawasan tentang dunia penulisan cerpen. 
Selain kawan-kawan kamunitas dari Bluto sendiri ada banyak kawan-kawan peserta juga yang dairi Kecamatan sebelah, ada yang dari Kecamatan Saronggi, Lenteng, Guluk-Guluk. Bahkan tidak hanya itu saja. Ada juga kawan-kawan dari Kabupaten Pamekasan.

Sebagai tuan rumah, Kelas Menulis (Forum Belajar Sastra) Komunitas Kampoeng Jerami atau pelaksana kegiatan "Pelatihan Menulis Cerpen" tidak banyak yang bisa kami suguhkan selain ruang proses bersama. Dengan ini kita bisa saling berbagi, bersilaturrarim, dan saling mengenal satu sama lain. Tentunya selain berbagi wawasan pun mempertajam pengetahuan tentang penulisan cerpen itu sendiri.
Terimakasih kami ucapkan kepada Yuli Nugrahani selaku Narasumber kali ini, dan kawan-kawan Ruang Titik Temu yang juga sudi mengambil bagian ruang dengan aransemen lagunya yang cukup memikat hati serta menambah semangat proses untuk Indonesia.

Tentunya tidak kami lupakan pula kawan-kawan komunitas yang hadir, ada kawan-kawan Sanggar Gersang SMAN 1 Bluto, Sanggar Musafir MASDA Errabu, Bengkel Teater MA. Nurul Huda Ging-Ging, Sanggar Elisabet MA. Nurul Islam Karangcempaka, Sanggar Aliens At Taufiqiyah Aeng Baja Raja, Kompolan Kesenian Lenteng, dan kawan-kawan komunitas yang dari Guluk-Guluk, Ganding, serta yang dari Kabupaten Pamekasan. 
Hari kedua pelatihan melanjutkan pematangan materi pelatihan dan melihat hasil karya yang mereka sudah buat kemarin.
Terimakasih untuk semuanya.
Salam Proses.

Profile Komunitas Kampoeng Jerami





Kecintaan beberapa orang akan dunia kesenian dan sastra pada tahun 2008, membuat mereka berkumpul dan belajar bersama. Beberapa orang ini hanya menentukan jam, tanggal dan tempat ketika akan memilih bertemu secara rutin. Kebutuhan akan pembelajaran membuat pertemuan itu terus berlanjut. Pertemuan rutin itu membuahkan  pengumpulan tulisan-tulisan puisi dari masing-masing.
Puisi-puisi yang terkumpul itu membuat pertemuan rutin itu terus menjadi hidup dan terselenggara dengan baik, sehingga lambat laun, mulai banyak yang berdatangan sampai ke beberapa desa di Kecamatan Lenteng dan Sumenep pada umumnya. Kabar perkumpulan tanpa nama dan tanpa bentuk ini terus tersebar, dengan terus dibuktikan ada beberapa santri kalong juga mulai terlibat setiap ada pertemuan rutin. Keasyikan dalam perjumpaan ini terus berlanjut dengan kebebasan dalam menuangkan kreatiftas.
Kegelisahan mulai muncul ketika sekelompok orang ini berdiskusi dengan beberapa warga pada tahun 2009 di Desa Sendang, Kecamatan Prenduan, Kabupaten Sumenep. Pada saat itu perkumpulan ini hendak melaksanakan kegiatan pertama dalam skala yang lebih luas dengan tujuan bahwa kesenian dan warga atau masyarakat secara umum itu tak terpisah dan dipisahkan. Bersama warga Sendang proses berjalan kurang lebih selama 3 bulan dalam diskusi dan juga riset-riset kecil tentang budaya.
Tahun itu juga kebersamaan dengan warga dalam memaknani budaya dan seni sampai pada “Jambore Kesenian Rakyat se-Madura”. Sebuah nama disematkan yaitu “Sanggar Rakyat Merdeka”Nama itu diputuskan cepat demi kepentingan adminitrasi dan menjawab berbagai pertanyaan dari warga terkait nama komunitas. Jambore Kesenian se-Madura itu dianggap sukses karena keterlibatan warga sangat bagus. Warga memiliki dan merasakan serta mampu hadir utuh dalam kesenian dan dalam acara kesenian. Kegiatan tersebut digelar selama dua hari dua malam. Semua orang lebur, tak ada lagi warga, tak ada lagi aktivis keseniannya. Semua bekerja sama, berdiskusi, sampai semua merasakan bahwa perhelatan kesenian tersebut adalah milik semuanya.
Agenda Jambore itu adalah berbagai macam kegiatan kesenian, mulai dari kirap karnaval, pentas teater dari berbagai kampus serta komunitas di Sumenep dan luar Sumenep, baca puisi, pementasan musik, pertunjukan Saronen, Ul-daul serta ludruk. Kegembiraan meluap diantara para penggiat dan warga, meski mereka sangat lelah menyediakan semuanya. Pada bagian akhir pun, warga terlibat pada sesi evaluasi dan pembubaran Panitia yang dikemas dengan berdoa bersama dengan melibatkan seluruh Kepala Keluarga di Desa Sendang.
Selesai dari kegiatan tersebut, perkumpulan ini kembali dalam rutinitas. Kali ini termasuk memikirkan lebih serius nama komunitas yang lahir dari segala gagasan, matang secara manajemen serta mulai dipikirkan semuanya sebagaimana komunitas yang memiliki tujuan bersama dan memiliki keinginan untuk maju bersama anggota-angotanya. Babak baru dimulai dengan pemikiran sebuah konsep gerakan kesenian yang menarik, yang tak cuma terjebak pada seremonial semata. Gagasan itu akhirnya didiskusikan dengan beberapa orang yang masih aktif berproses. Dalam era teknologi, gerakan ini dikembangkan ke dunia maya dengan grup di FB dengan dengan nama Komunitas Pembebasan.
Fendi Kachonk menjadi penggagas serta menjadi koordinator pertama yang memulai gerakan dengan landasan berpikir yang sadar dalam proses. Pada tahun 2009 bisa dianggap sebagai tahun adaptasi yang luar biasa. Dinamika terus berkembang. Pun dari keanggotaan juga belum bisa diperjelas. Masa perintisan yang tidak mudah. Nama Komunitas Kampoeng Jerami pun mulai berdengung.
Pada 14 Agustus 2011 nama Komunitas Kampoeng Jerami mulai menguat sebagai komitmen, lahir semata-mata atas kecintaan seorang anak manusia, yang kebetulan lahir dan besar di kampoeng di ujung pulau Madura. Nama ‘kampoeng’ disematkan supaya kesadaran akan ‘anak kampoeng’ itu tetap diingat. Nama ‘jerami’ diangkat sebagai sebuah benda sederhana, sisa dari panen pagi, untuk terus mengetengahkan kesederhanaan walau tak bisa dianggap sepele. Dengan sedikit kreatifitas jerami akan memunculkan banyak manfaat dan makna. Itu juga yang diharapkan dari komunitas ini.
Seiring waktu dengan segala aktivitasnya, Komunitas Kampoeng Jerami menjadi wadah yang supel dan dinamis dalam pengembangan minat terhadap bahasa dan sastra. Kegiatan yang penting di tahap awal pertama adalah pendirian taman bacaan masyarakat “Arena Pon Nyonar”.  Berangkat dari nama Komunitas Kampoeng Jerami (KKJ) inilah, segala aktifitas dalam grup maya dan nyata hadir menjadi komunitas yang memberikan ruang belajar seluas-luasnya kepada seluruh anggotanya dan secara umum melakukan kegiatan-kegiatan diskusi, penelitian, dan pelatihan.
Komunitas ini ingin dikembangkan untuk mengedepankan proses belajar bersama, menjadikan semua orang itu guru dan alam raya sekolahnya. Berbahagia dengan berkarya, melakukan pendekatan kekeluargaan menuju asas saling asah, asih, asuh. Membangun kreatifitas yang mandiri, semisal dengan penerbitan buku antologi dengan atas sumbangan dari relawan dan para keluarga yang tidak mengikat, dan hanya semata-mata untuk terus memupuk semangat dalam berkarya. Serta mencoba hal yang sederhana, dengan mengaktifkan pengelolaan Kas Keuangan. Yang kemungkinan besar, akan menjadi rahim dari kelahiran buku-buku, yang akan terus dikelola ke depannya oleh para relawan.
Pada tahun 2014, Komunitas Kampoeng Jerami resmi berbadan hukum. Seiring perjalanan dan perkembangan serta tuntutan adminitrasi serta demi legalitas formal agar komunitas ini mampu menggerakkan roda organisasinya maka legal formal dan akte Komunitas Kampoeng Jerami dan pada tahun itu pula, Komunitas Kampoeng Jerami memulai penerbitan Indie sebagai usaha-usaha dan upaya menjembatani karya-karya dari anggota-anggota aktif yang ada di Komunitas Kampoeng Jerami serta seluruh penulis yang berkeinginan menggunakan jasa penerbitan buku di Komunitas Kampoeng Jerami.
Pada tahun 2016, Komunitas Kampoeng jerami juga membidani kelahiran beberapa komunitas dalam bentuk kelas-kelas. Kelas Teater dan Musik yang akhirnya diberi nama Taneyan Kesenian Bluto (TKB). Kelas Teater ini sudah 2 tahun berjalan mengikuti jadwal rutin dari Komunitas Kampoeng Jerami serta per setengah bulan menjadi ruang diskusi mengenai teater dan musik, mengingat anggota yang berkumpul, setiap tahun memilih formulir sesuai minatnya masing-masing. Pada tahun 2016 Komunitas Kampoeng Jerami membuka ruang belajar sastra dengan nama kelas Forum Belajar Sastra (FBS), sama dengan kelas musik dan teater, kelas ini juga memiliki agenda persetengah bulan dengan belajar bersama mengenai sejarah sastra, menulis, dan workshop serta pelatihan-pelatihan.
Pada Tahun 2016 dan 2017, Komunitas Kampoeng Jerami dengan kelas musik dan teaternya serta kelas Belajar Sastra membuat agenda akhir tahun sebagai evaluasi bersama atas segala proses satu tahun yang telah dijalani sebagai program-program yang ada dalam Komunitas Kampoeng Jerami. Kegiatan akhir tahunan ini digelar dengan cukup besar karena melibatkan semua pelaku kesenian di Kabupaten Sumenep dan sekitarnya. Pada tahun 2016 juga, Komunitas Kampoeng Jerami mampu bekerjasama dengan berbagai Komunitas menyelenggarakan Hari Puisi Indonesia yang digelar dengan lomba baca puisi, pementasan Teater, Musikalisasi Puisi. Acara ini, sebagai upaya bersinergi dengan semua komunitas demi terciptanya iklim berkesenian yang nyaman.
Pada tahun 2018 beberapa agenda juga dibuat terkait dengan sastra, teater, dan musik. Pelatihan, penerbitan dan pementasan terus berlanjut ditambah dengan permintaan menjadi juri, undangan ke daerah/kota lain dan sebagainya.

 Susunan Pengurus sekarang ini:

Pendiri                                     : Fendi Kachonk
Kordinator                              : Suwandi El-Musa
Sekretaris                                : Rifqi Arifansyah
Bendahara                               : Ramzi Azzahra
Bidang Penguatan Jaringan    : Lus Fiyanto  
Bidang Pengembangan SDM : Andrian Hidayat
Bidang BALITBANG            : Suadi Kanjenk
Bidang Advokasi                    : Sufriadi                    
Bidang Publikasi/Dokumentasi: Mahbobi

Kamis, 20 September 2018

FESTIVART TANAH MERAH




Saya merasa beruntung dilibatkan dalam acara semalam. Acara Festivart Tanah Merah ini adalah program Seniman Mengajar dari Kemendikbud. Empat orang tersebut telah saya undang ke Apresiasi khusus di RRI Pro 1 Sumenep, di mana Ruang Apresiasi itu menjadi ruang saya dalam merawat hobby saya yaitu menjadi presenter, tentu saya juga siap menjadi presenter panggilan asal jelas MoUnya.


Saya memang melibatkan diri ketika salah satu dari Seniman Mengajar itu, meminta keterlibatan kami, baik secara person atau sebagai komunitas Kampoeng Jerami. Pun demikian, sebenarnya saya juga ingin belajar menjamu tamu yang datang ke Sumenep dengan baik serta belajar kepada mereka.


Komitmen untuk terus belajar dan belajar menjadi tuan rumah yang baik itulah, akhirnya dari awal saya kuatkan untuk terlibat dalam proses Seniman Mengajar ini, karena sebenarnya kita sama manusia, sama pegiat kesenian, dan ini bagian dari terciptanya ekosistem kesenian yang organik dan penuh rasa kekeluargaan.


Hal semacam itulah yang semalam saya dapatkan, saya tak akan memuji tapi yang datang pada acara semalam, pasti mufakat bahwa keterlibatan warga dan antusias masyarakat sekitar yang mulai awal acara sampai acara selesai:


Begitu hiruk, begitu menikmati adalah bagian penting yang saya saya catatkan sebagai salah satu keberhasilannya. Dan, kebetulan Ruang Titik Temu Komunitas Kampoeng Jerami juga menjadi pengisi dan penyaksi acara yang luar biasa tersebut.


Festivart Tanah Merah adalah pentas klosal yang mengambil tema kecil dengan tema pementasan teater, tari, video dan seni rupa "Rokat Tase' dan Sang Rato" yang juga diangkat dari kekayaan tradisi berlatar sejarah Raden Arya Wiraraja.


Saya pikir, semakin banyak yang datang ke Sumenep, semakin banyak Seniman yang mau berbagi pengalamannya dalam dunia kreatif dan keseniannya, akan berdampak makin kayanya generasi kesenian ke depan. Meski di Sumenep sendiri tak sedikit dan banyak sekali pegiat kesenian yang juga hebat dan luar biasa.

 
*Mari terus menjaga dan merawat ekosistem ini, dengan semangat belajar bersama.*
 

Laporan Presenter Gelap
Bukan Fendi Kachonk.