Senin, 17 Oktober 2016

Menitipkan Surat (dan ketupat) dari Timur ke "Gubuk Tulis"

CERITA KE MALANG

- Hari Pertama.

Penyerahan buku terbitan Komunitas Kampoeng Jerami ke Gubuk Tulis



Saya, akhirnya harus memutar ulang kejadian dua hari kemarin, sebelum kami sampai ke tanah Mojokerto, dua kota untuk "surat dari timur" sangat luar biasa kebahagiaan ini disebabkan, kami mendapat penghargaan yang sangat nyata dan riil, penghargaan: pertemanan, persaudaraan, pertalian jiwa dengan jiwa. Bukan penghargaan yang bersifat hanya selembar kertas. Tapi kami bisa saling tertawa, saling tersenyum, saling merasakan betapa ruang dan waktu makin sempit, dan hanya orang-orang yang sama memiliki jiwa yang merasakan sesuatu dengan jiwa juga.

Istie, Amin dan Ramsi Baca Puisi Surat dari Timur dan Musikalisasi Puisi

Di Malang, kami punya rumah baru, sodara yang baik hati, Keturunan dan generasi ke lima "penggerak kesenian topeng" di Sumenep dan sampai sekarang : Istie Hasan tak kupikirkan awalnya, manusia ini sangat unik, sangat sibuk, sangat enerjik. Ah cerita demi cerita, kembali pulang ke masa lalu, masa-masa waktu itu masih sebagai kanak-kanak sedang para orang tua kami semua sedang menjadi pelaku sejarah pada ruang seni dan budaya. Dari perempuan sibuk ini, kami belajar mengenang apa yang telah diwariskan kepada kami semua. Dan, tersambungkan ke "Gubuk Tulis" komunitas yang sangat keren, pemuda-pemuda yang progresif dan berpikiran maju. Dari kawan-kawan di Malang, kami komunitas Kampoeng Jerami belajar memberi penghargaan yang tepat untuk lebih mencintai dunia tulis dan baca.

Acara berjalan begitu cepat, lagu “Darah Juang” menjadi pemantik kehangatan kopi lanang, persatu acara berlalu dengan berlari, sedang kami terus lebur. Pertanyaan demi pertanyaan lancar dan mengalir, hangat sekali, sedang kecepatan waktu tak bisa dibendung.



"Sudah jam 10 lebih, kau harus segera ke Arjosari agar bisa dapat Bis untuk ke Bungur, lalu melanjutkan perjalanan ke Mojokerto." Kata seorang kawan. Aku sedikit memelas:

"Sudahlah, kita santai dulu di sini, sampai jam 12 malam kita bisa baca puisi," kataku.
"Tidak bisa, kau harus ke Mojokerto, Mojokerto juga menunggu banyak kawan dan guru untuk berproses bersama kita."

Ending: kami bergerak, hampir tawa itu jadi air mata, tapi kini jadi sesuatu yang gumpal di dada dan mungkin akan jadi bara untuk tetap berkarya. Sebelum semua mata melihat punggung kami yang akan pergi, aku menoleh ke Istie Hasan. “Istie ketupat yang kami minta hangatkan, kamu bawa kan?” Tanyaku. “Ada Fen!” lalu kami melenggang dengan perasaan yang tak bisa kami gambarkan, sedang Surat dari Timur, Titik Temu dan Buku Yuli Nugrahani, “ Salah Satu Cabang Cemara “ semua itu adalah buku terbitan Komunitas Kampoeng Jerami, kami serahkan sebagai hadiah untuk Gubuk Tulis.

Terima Kasih. Istie Hasan. Dan, Kawan-kawan Gubuk TulisAku cinta semua perjalanan, proses dan dinamikanya.


Fendi Kachonk.




Tidak ada komentar: