CERITA KE MALANG
- Hari Pertama.
Penyerahan buku terbitan Komunitas Kampoeng Jerami ke Gubuk Tulis
Saya, akhirnya harus
memutar ulang kejadian dua hari kemarin, sebelum kami sampai ke tanah
Mojokerto, dua kota untuk "surat dari timur" sangat luar biasa
kebahagiaan ini disebabkan, kami mendapat penghargaan yang sangat nyata dan
riil, penghargaan: pertemanan, persaudaraan, pertalian jiwa dengan jiwa. Bukan
penghargaan yang bersifat hanya selembar kertas. Tapi kami bisa saling tertawa,
saling tersenyum, saling merasakan betapa ruang dan waktu makin sempit, dan
hanya orang-orang yang sama memiliki jiwa yang merasakan sesuatu dengan jiwa
juga.
Istie, Amin dan Ramsi Baca Puisi Surat dari Timur dan Musikalisasi Puisi
Di Malang, kami punya
rumah baru, sodara yang baik hati, Keturunan dan generasi ke lima
"penggerak kesenian topeng" di Sumenep dan sampai sekarang : Istie Hasan tak kupikirkan awalnya, manusia
ini sangat unik, sangat sibuk, sangat enerjik. Ah cerita demi cerita, kembali
pulang ke masa lalu, masa-masa waktu itu masih sebagai kanak-kanak sedang para
orang tua kami semua sedang menjadi pelaku sejarah pada ruang seni dan budaya.
Dari perempuan sibuk ini, kami belajar mengenang apa yang telah diwariskan kepada
kami semua. Dan, tersambungkan ke "Gubuk
Tulis" komunitas yang sangat keren, pemuda-pemuda yang progresif
dan berpikiran maju. Dari kawan-kawan di Malang, kami komunitas Kampoeng Jerami belajar memberi penghargaan
yang tepat untuk lebih mencintai dunia tulis dan baca.
Acara berjalan begitu
cepat, lagu “Darah Juang” menjadi pemantik kehangatan kopi lanang, persatu
acara berlalu dengan berlari, sedang kami terus lebur. Pertanyaan demi pertanyaan
lancar dan mengalir, hangat sekali, sedang kecepatan waktu tak bisa dibendung.
"Sudah jam 10
lebih, kau harus segera ke Arjosari agar bisa dapat Bis untuk ke Bungur, lalu
melanjutkan perjalanan ke Mojokerto." Kata seorang kawan.
Aku sedikit memelas:
"Sudahlah, kita
santai dulu di sini, sampai jam 12 malam kita bisa baca puisi," kataku.
"Tidak bisa, kau
harus ke Mojokerto, Mojokerto juga menunggu banyak kawan dan guru untuk
berproses bersama kita."
Ending: kami bergerak,
hampir tawa itu jadi air mata, tapi kini jadi sesuatu yang gumpal di dada dan
mungkin akan jadi bara untuk tetap berkarya. Sebelum semua mata melihat
punggung kami yang akan pergi, aku menoleh ke Istie Hasan. “Istie ketupat yang
kami minta hangatkan, kamu bawa kan?” Tanyaku. “Ada Fen!” lalu kami melenggang
dengan perasaan yang tak bisa kami gambarkan, sedang Surat dari Timur, Titik
Temu dan Buku Yuli Nugrahani, “ Salah Satu Cabang Cemara “ semua itu adalah buku terbitan
Komunitas Kampoeng Jerami, kami serahkan sebagai hadiah untuk Gubuk Tulis.
Terima Kasih. Istie Hasan. Dan, Kawan-kawan Gubuk Tulis. Aku cinta semua perjalanan, proses dan
dinamikanya.
Fendi Kachonk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar