Ramsi (Musisi dalam aksi)
Oleh; Muhammad
Ramsi
Pada hari minggu kemaren tanggal 02 Oktober 2016, di acara
rutinitasnya Masyarakat Santri Pesisiran (MSP) yang kebetulan saat itu
mengusung tema "Bincang Buku Puisi Surat Dari Timur Karya Fendi
Kachonk" dan saya yang diberi kesempatan untuk tampil di acara
tersebut, sengaja membawakan musikalisasi puisi yang puisi-puisinya saya adopsi
dari buku "Surat Dari Timur" karyanya Fendi Kachonk.
Salah satu yang saya ambil dari buku tersebut ialah puisi yang berjudul "Menjadi
Malam" saya ingin mengupas sedikit puisi ini dari cara dan jarak
pandang yang berbeda yaitu bukan dari teori-teori sastra tapi dari dimensi
musikalitas.
MENJADI MALAM
Sepertinya setiap suara akan pergi
menjadi nada di setiap dinding nyeri
yang kehilangan setiap iramanya;
menjadi nada di setiap dinding nyeri
yang kehilangan setiap iramanya;
Sepertinya kecemasan selalu begini
memaku dingin gerak kelambu kamar
menari-nari seperti bayangan lilin.
memaku dingin gerak kelambu kamar
menari-nari seperti bayangan lilin.
Yang tahu-tahu sujud ke dada hening
hanya ingatan tentang embun di pagi hari
disambut nyanyian burung; tarian ilalang.
hanya ingatan tentang embun di pagi hari
disambut nyanyian burung; tarian ilalang.
Tapi menjadi malam tak begitu mudah
dia tempat kerinduan saat langit hitam;
bintang kembali jadi obor kepulangan.
dia tempat kerinduan saat langit hitam;
bintang kembali jadi obor kepulangan.
Moncek, 2016
Sebelum
saya masuk pada dimensi musikalitas saya ingin masuk dulu pada sebuah
ruang-ruang dalam puisi di atas yaitu malam. Malam tidak akan lepas dari
kehingan dan kesunyia seperti di bait pertama dalam puisi di atas yaitu "Sepertinya
setiap suara akan pergi" sesuatu yang di dengar pada saat siang
hari akan pergi bersama matahari dan kemudian akan masuk pada waktu malam yang
sebagian di antara waktu itu ada waktu yang istijabah, di mana seorang hamba
akan bersujud kepada tuhannya, seorang kekasih tengah merindukan kekasihnya, di
waktu malam juga yang tidak terlihat akan terlihat, yang tidak terpikirkan akan
terpikirkan dan suara-suara dalam diri yang tidak terdengar akan terdengar
seperti suara napas, suara tasbih yang telah melewati satu putaran bahkan suara
hati yang sedang berdzikir.
Sungguh
betapa istimewanya malam yang telah menyimpan berjuta-juta kemesraan bagi
seorang perindu seperti di bait terakhir dalam puisi di atas. Tapi di bait
terakhir pula dikatakan bahwa "menjadi malam tak begitu mudah"
kalimat tersebut mengungkapkan begitu sulitnya menguasai malam karena rata-rata
orang-orang termasuk saya dikuasai oleh malam, dengan kata lain ketika dikuasai
malam maka saya akan menjadikan malam sebagai waktu untuk terlelap sampai pagi.
Berikutnya saya akan masuk pada esensi pembahasan yaitu "Puisi
Dalam Perspektif Musikalitas" di dalam teori puisi ada istilah
rima yang masih terdiri dari banyak macam sub, diantaranya rima pengulangan di
awal kalimat, ada juga di akhir kalimat dsb. Sebagian para pakar esais
Puisi-puisinya Fendi Kachonk dianggap tidak mengandung rima dan hal itu membuat
saya penasaran ingin mendalaminya tapi dari sisi yang berbeda yaitu dari sisi
musikalitasnya.
Di
dalam teori musik ada istilah beat, birama dan juga bar, birama adalah pola
yang melingkupi bar misalkan dalam birama 4/4, di dalam satu bar atau ruang
terdiri dari empat beat atau empat ketukan. Saya mencoba bereksperimen dan
mengkolaborasikan teori ini dengan bait-bait puisi, puisi yang mengandung rima
sangat mudah masuk pada birama karena bait-baitnya sangat teratur sehingga
tidak ada kata atau kalimat yang dipaksakan masuk pada intonasi nada dan baet
dalam bar, seakan rima dalam dunia puisi dan birama dalam dunia musik sangatlah
berdekatan.
Saya
menemukan pola di beberapa puisinya Fendi Kachonk yang mungkin secara teori
puisi tidak mengandung rima tapi ketika ditinjau dari sisi musik mengandung
birama. Ketika puisi masuk pada wilayah musikalitas atau lebih tepatnya ketika
puisi dilagukan dan setiap kata sampai kalimatnya mampu mencapai intonasi
harmonis yang seakan tidak ada kata yang nuansanya dipaksakan di dalam ketukan
tiap-tiap barnya. Maka puisi sudah mengandung rima dan saya menemukannya di
puisi-puisinya Fendi
Kachonk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar