Senin, 24 Oktober 2016

PRAKATA SURAT DARI TIMUR


(Sebuah Catatan Dan Ungkapan)
Fendi Kachonk


Saya bersyukur kepada Allah Yang Maha Esa, atas kesempatan ketiga untuk menerbitkan buku, dan limpahan kasih dan sayangnya kepada kedua orang tua saya. Dalam perjalanan proses, saya menjadikan semua orang adalah guru. Dan, dalam perjalanan berproses ini saya berterima kasih kepada: Pondok Pesantren Al-Ishlah Moncek Tengah dan seluruh guru serta keluarga besarnya KH. Miftahol Khair, SA. Di tempat ini saya mulai menyukai puisi dan karya sastra.

Seorang guru yang selama ini banyak memberikan masukan dalam perkembangan saya: H. Hudan Hidayat (Esais Nasional), seorang guru dan teman yang baik dalam mendiskusikan banyak hal terutamanya puisi. K. Muhammad Zamiel Muttaqien (pengasuh Bengkel Puisi An-nuqoyah, Guluk-guluk), Adek Alwi (Sastrawan Nasional) yang selalu hangat dan akrab, Jamal D Rahman (Redaktur Majalah Sastra Horison) yang menjadi saksi perjalanan awal menulis saya, dimulai sewaktu masih Tsanawiyah (setingkat SMP). Yuli Nugrahani (Penyair dan Cerpenis Lampung) kakak dan teman berproses yang baik.

Keluarga Besar Masyarakat Santri Pesisiran ( MSP), K. Turmidzi Djaka, Homaidy Ch, K. Muhammad Affan, Yosuki Kyabaru, Mahendra Cipta, Amin Bashiri, Alfaizin dan Latief Kophung. Begitupun untuk Keluarga Besar Forum Belajar Sastra (FBS) dan Tanian Kesenian Bluto (TKB), semua keluarga yang ada di “Rumah Proses” ini. Bagi saya adalah rumah saya sendiri, “Saya sayang kalian semua.”

Rasa hormat saya juga kepada: K. M. Faizi, Kuswaedi Syafi’ie, Syaf Anton WR, Hidayat Raharja, beliau semua adalah orang tua yang saya takzimi. Seluruh kawan-kawan, seluruh jaringan Komunitas Kampoeng Jerami (KKJ) di semua wilayah. Terima kasih yang tiada tara telah menerima saya, membantu proses saya selama ini.

Adikku Umirah Ramata, Sigit Wahyudi, Ferli Atmajaya, Isfa'aidi, Yuanda Isha, Alra Ramadhan, Wardi, Lia Amalia Sulaksmi, Cici Mulya Sari, Nova Linda, Kakakku Alinda Syam, Dewi Nurhalizah, Teratai Abadi (Malaysia) yang dari awal menjadi saksi perjalanan Komunitas Kampoeng Jerami (KKJ, dan kepada Joy Armada abahnya Taraka, Maimoen Ali Wafa penggerak “Rumah Ababiel”.

Dua seniman musik: Muhammad Ramsi dan Rifan Khoridi, “saya sungguh bangga punya teman dan saudara seperti kalian semua.” Seorang kawan di Medan pernah membaca puisi “Surat Dari Timur” Batari Ratih, padamu saya juga sampaikan terima kasih. Meisya Zahida, dukungan yang selalu ada, saat lelah pernah singgah. Jimmy S, Mudya dan Pradono Singkawang Kalimantan Barat dan seluruh kawan di sana.

Khusus untuk perempuan yang dengan tulus menemani semua proses saya, Insiyah dan dua permata yang selalu jadi penyemangat: Imanoel Adeodatus Fin dan Salsabila Putri Surga, terima kasih untuk semuanya.


Kawan-kawanku semua yang tak bisa saya sebutkan semuanya, terutama kawan-kawan di NTT-NTB yang pernah satu proses di kegiatan sosial, kelompok kedua yang paling riuh waktu di Jogja.  Kawan Pelangi Sastra Malang, Malam Baca Puisi Tangerang, Kedai Proses Bengkulu, Majelis Sastra Bandung (MSB), Dewan Kesenian Mojokerto dan Perpusda Mojokerto, Komunitas Tarian Pena Sang Pesastra (TPSP) dan Komunitas Puisi Kampoeng Bamboe (PKB), Komunitas Sastra Nasional (KSN), Sastra Reboan-Jakarta, semuanya tak terkecuali, terima kasih.

Sebagaimana saya menuliskannya di buku “Tanah Silam” di buku kedua saya tahun lalu. Bahwa puisi bagi saya sebuah jalan panjang, sebuah proses ke dalam, berusaha mengenali yang samar-samar dan nyaris hanya sebuah detak dan suara itu meminta tempat bagi tubuh bahasa saya untuk keluar sebagai kata-kata, sebagai yang tersembunyi dan sebagai ruang yang sama-sama menciptakan ruang bagi dirinya. Puisi dalam hemat saya, sebuah perkara. Seperti sebuah alat untuk melihat sesuatu yang kecil, sesuatu yang seolah tak ada tapi mereka juga hidup bersama saya.

Surat Dari Timur lahir sebagai tanda dan jejak. Bagai catatan proses yang selalu akan dilihat dan evaluasi, sebagai kekayaan, sebagai kemerdekaan berkata-kata, dan sebagai dirinya untuk mewakili dirinya sendiri. Di sini, selalu ada harapan dan doa, semoga dari buku ini, mampu menjadi semangat. Bagi saya secara khusus dan secara umum bagi pembacanya.

Terima kasih, salam dari Madura.

Moncek, 18 Agustus 2016

Tidak ada komentar: